MATERI KULIAH

-->
BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Pendidikan merupakan satu kondisi yang perlu untuk kelanjutan suatu budaya. Pendidikan juga alat yang penting untuk kerja sama yang intelegen dengan perubahan budaya. Demikianlah, salah satu cara sebuah masyarakat berusaha tetap seirama dengan perubahan ialah dengan merubah pada setiap generasi warisan budaya yang diajarkan di sekolah-sekolah. Untuk mencapai tujuan ini para pendidik menafsirkan kembali (reinterprate) pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk menghadapi situasi-situasi baru.
Sebuah kebudayaan juga mungkin melakukan antisipasi masa depan dengan menyiapkan generasi muda dengan informasi, sikap-sikap, dan keterampilan tertentu yang direncanakan untuk menghadapi situasi tertentu yang diramalkan. Selanjutnya, pendidikan mungkin secara tidak sengaja bias menjadi sumber perubahan kebudayaan. Masing-masing kebudayaan telah mempersiapkan anggota-anggotanya untuk bertindak, berfikir, dan memandang dalam apa yang dinamakan antropolog “a culturally delimited universe”, yang terdiri dari dunia yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek – aspek alam semesta yang telah dipilih mereka untuk menjadi sesuatu yang bermakna.
Namun, bahkan budaya yang sangat totaliter sekalipun tidak dapat secara sempurna membatasi pemahaman anak-anak. Perbedaan antara apa yang dianggap harus dipelajari anak-anak dengan apa yang sebenarnya dipelajari mereka merupakan sebuah sumber konflik dan perubahan yang penting dalam sebuah kebudayaan.



B.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendidikan sebagai sosialisasi kebudayaan?
2.      Bagaimana pergulatan manusia dalam keanekaragaman budaya?
3.      Apa sajakah pendidikan dalam lingkup kebudayaan?
4.      Bagaimanapenjelasan mengenai pendidikan dan kebudayaan itu?
5.      Bagaimana pendidikan dan proses pembudayaan?

C.       Tujuan Masalah
1.      Menjelaskan pendidikan sebagai sosialisasi kebudayaan.
2.      Memaparkan  perulatan manusia dalam keanekeragaman budaya.
3.      Membahas pendidikan dalam lingkup kebudayaan.
4.      Mengetahui bagaimana pengertian pendidikan dan kebudayaan.
5.      Menjelaskan serta memahami pendidikan dan proses pembudayaan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.       PENDIDIKAN SEBAGAI SOSIALISASI KEBUDAYAAN
Pendidikan adalah satu kondisi yang perlu untuk kelanjutan suatu budaya. Pendidikan juga alat yang penting untuk bekerja sama yang intelegen dengan perubahan budaya. Dengan demikianlah, salah satu cara sebuah masyarakat berusaha tetap seirama dengan perubahan ialah dengan merubah pada setiap generasi warisan budaya yang diajarkan disekolah-sekolah. Untuk mencapai tujuan ini para pendidik menafsirkan kembali (Reinterprate) pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk menghadapi situasi-situasi baru.Umpamanya, sejak pemisahan atom dan pembentukan PBB, kita tidak mengajarkan lagi baik fisika newton maupun patriotisme secara absolut. Sebuah kebudayaan juga mungkin melakukan antisipasi masa depan dengan menyiapkan generasi muda dengan informasi, sikap-sikap, dengan keterampilan tertentu yang direncanakan untuk menghadapi situasi tertentu yang diramalkan.
Selanjutnya, pendidikan mungkin secara tidak sengaja bisa menjadi sumber perubahan kebudayaan. Masing-masing kebudayaan telah mempersiapkan anggota-anggotanya untuk bertindak, berfikir, memandang dalam apa yang dinamakan antropologi “a culturally delimited universe” yang terdiri dari dunia yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek-aspek alam semesta yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek-aspek alam semesta yang telah dipilih mereka untuk menjadi sesuatu yang bermakna.
Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusiadengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang berlangsungtanpahenti. Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari sistem “pengetahuan”yangdiperoleh manusia melalui pewarisan atautransmisi dalamkeluarga,lewatsistempendidikan formal disekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya,melainkan jugadiperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkunganalam dan sosialnya.
Sebaliknya, dimensi-dimensi sosial yang senantiasa mengalami dinamika perkembangan seiring dengan kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi merupakan faktor dominan yang telahmembentuk eksistensi pendidikan manusia.Penggunaan alat dansarana kebutuhan hidup yang modern telah memungkinkan polapikir dan sikap manusia untuk memproduk nilai-nilai baru sesuaidengan intensitas pengaruh teknologi terhadap tatanan kehidupansosial budaya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi  instrumentkekuatan social masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaananggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahanzaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan diseluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidakbisa diduga-duga.Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapatmemproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global.Penguasaan teknologi informasi, penyediaan SDM yang profesional,terampil dan berdaya guna bagi masyarakat, kemahiranmenerapkan Iptek, perwujudan tatanan sosial masyarakat yangterbuka, demokratis, humanis serta progresif dalam menghadapi kemajuan jaman merupakan beberapa bekal mutlak yang harus dimiliki oleh semua bangsa di dunia ini yang ingin tetap bertahan menghadapi tata masyarakat baru berwujud globalisasi.
Beberapa aliran yang berpengaruh dalam pendidikan dan perubahan kebudayaan ialah:
1.      AliranProgresif
Pendidikan progresif, yang biasa dikenal, menawarkan sebuah via media antara dua pendangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan seluruhnya tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah dirinya sendiri dan masyarakat tanpa perlu bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan sosial. Demikian juga halnya dengan pendidikan dapat memperkembangkan mentalis yang sanggup menghadapi perubahan bila terjadi yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap perubahan secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk memperbaiki dirinya sendiri tanpa guru-guru perlu menyakinkan generasi muda tentang perubahan-perubahan tertentu yang guru-guru menganggapnya pasti diingini.

2.      Aliran Konservatif
Menurut para pendidik konservatif ( seperti Perenialis dan Essetialis ), sekolah tidak dapat memaksakan gerak perubahan sosial tanpa mengkorup fungsi pendidikan yang sebenarnya, yaitu melatih intelek. Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan yang tepat tetapi sebuah pranata belajar. Karena individu-individulah yang merubah masyarakat, bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat adalah dengan memeperbaiki induividu yang ada didalamnya. Dalam pandangan ini sekolah bertanggung jawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen berguna dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat yang ada pada waktu itu.
Membuat sekolah jadi agen perubahan juga akan menjadikan sekolah rebutan di antara kelompok-kelompok kepentingan yang saling bersaingan. Sekolah akan selalu berada di bawah tekanan untuk menyedikan waktu untuk dengan pendapat bagi segala macam program-program dan kebijakan-kebijakan, terus menerus diganggu oleh orang-orang eksentrik dan fanatik, sekolah akan berubah menjadi sesuatu yang sedikit lebih dari sebuah lobby politik.

3.      Aliran Rekontruksionis
      Inti dari paham rekonstruksionis adalah bahwa para pendidik sendiri mesti membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada generasi muda sebuah program perubahan sosial secara serentak baik detail maupun secara keseluruhan. Pengikut aliran ini mengklaim untuk mengobati 3 kegagalan penganut aliran progresif : kekurangan tujuan-tujuan: suatu penekanan yang tidak tepat pada individualisme dan peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perusahaan sosial.
Paham rekonstruksionis telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit dukungan. Paham ini telah dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa depan terincinya berarti meremehkan dua fakta terkenal: pertama, waktu memudarkan semua kecuali semua yang paling umum dari pembaharuan/perubahan jangka panjang; yang kedua, perubahan apapun yang direalisasikan adalah hasil kompromi dan saling penyesuain, dan karena itu ia mempunyai/mengandung sedikit hubungan dengan rencana penggeraknya yang pertama. juga dikatakan bahwa rekonstruksionisme meremehkan realitas politik masa kini,  terutama bahwa tidak ada pemerintah yang akan mengizinkan sekolahnya dipergunakan untuk mengembangkan yang ditantangnya.

4.      Pandangan-Pandangan Beberapa Antropolog
Menurut Ashley Montagu tujuan utama dari sekolah di masa kita sekarang mestinya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan mengajar generasi yang lebih muda bagaimana “mencintai” melalui pendidikan dalam “ seni hubungan antar manusia ”. Sekolah mesti mengajarkan semua mata pelajaran dengan mata selalu diarahkan kepada “ arti bagi hubungan-hubungan manusia.
W. Lioyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya mencerminkan kondisi-kondisi sosial yang ada, atau pendidikan akan gagal dalam tugasnya menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap kunjungan sosial budaya dalam mana mereka harus hidup.
Anthony F.C Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani kebutuhan tiga jenis masyarakat, yaitu masyarakat revolusioner, masyarakat konservatif, dan masyrakat reaksioner. Dia mengatakan bahwa sebuah masyarakat revolusioner seprti cina dan cuba berusaha merubah budaya mereka secara keseluruhan. Mereka perlu untuk memperkuat kembali (revitalize) penduduk mereka secara moral untuk menciptakan elit yang penuh dedikasi dan secara intelektual kaya, yang akan mengendalikan tigas-tugas transformasi.
            Demikianlah, umumnya antropolog setuju dengan pendidik-pendidik konservatif bahwa sekolah memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh yang bebas terhadap perubahan sosial budaya. Pandangan ini dengan baik dinyatakan oleh seorang pendidik inggris, A.K.C Ottoway dia mengatakan bahwa pendidikan dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam kebudayaan dan masyarakat hanya di bawah perintah-perintah dari mereka yang berkuasa.
Dapat disimpulkan, kebanyakan komentator setuju bahwa sekolah secara sendiri tidak dapat mempengaruhi jalannya perubahan  sosial dan budaya, walaupun  sekolah dapat menumbuhkan sebuah tipe kepribadian yang cocok dengan perubahan yang cepat yang bersifat enoemik dalam masyarakat-masyarakat industri sekarang di Amerika Serikat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah terutama, memberikan perhatian kepada penyampaian warisan budaya. Karena itu universitas tidak hanya menyesuakan diri kepada kebudayaan, tetapi juga memberikan tambahan. Selanjutnya universitas mempengaruhi kebudayaan dengan cara tidak langsung dengan berusaha membuat orang lebih berpengetahuan, dan karena itu diharapkan mereka akan lebilh toleran.


B.        PERGULATAN MANUSIA DALAM KEANEKARAGAMAN BUDAYA
Berbagai gejala dan tingkah laku manusia, dicoba untuk dipahami dengan mendasarkan pada kaidah-kaidah alam.Untuk itu metodologi ilmu eksaksta, khususnya biologi, kerapkali dicoba untuk diterapkan untuk mengkaji perilaku manusia. Kesemuanya itu tidak terlepas dari kekaguman mereka terhadap kemajuan ilmu alam dan ilmu pasti yang terjadi pada zaman itu. Beraneka ragam gejala perilaku makhluk manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dianalisis secara induktif dengan mencari unsur-unsur persamaan yang ada  kemudian diupayakan dirumuskannya sebagai kaidah-kaidah sosial. Cara berpikir rasional yang akhirnya berkembang menjadi aliran positivisme sangat mewarnai para cendekiawan pada zaman Aufklarung.
Mereka percaya bahwa berbagai kaidah tersebut akandapat dipergunakan untuk mengatur dan merubah suatumasyarakat.Agaknya, pola pikir para cendekiawan masa Aufklarung yang memandang masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan, yang mana bagian-bagian dan unsur-unsurnya saling terkait antara satu dengan lainnya sebagai suatu sistem yang bulat; sampaisekarang ini masih tetap relevan dalam antropologi, terutamayang mengacu pada metode pendekatan holistik.Wujud dari keanekaragaman masyarakat manusia itu di sampingdisebabkan oleh akibat dari sejarah mereka masing-masing juga karena pengaruh lingkungan alam dan struktur internalnya.Oleh karenanya sesuatu unsur atau adat dalam suatu kebudayaan,tidak dapat dinilai dari pandangan kebudayaan lain, melainkanharus dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan itu sendiri (relativisme kebudayaan).
Suatu perubahankebudayaan dapat berasal dari luar lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Gerak kebudayaan yang telah menimbulkan perubahan dan perkembangan, akhirnya juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan; sementara itu tidak tertutup kemungkinan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru. Dalam rangka studi akulturasi, para ahli antropologi telah lama mencoba untuk memahami terjadinya perbedaan derajat perubahan perkembangan suatu kebudayaan. Sementara itu dalam sejarah perkembangan kebudayaan umat manusia, Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yangtidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk manusia akanmati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya.
Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepadaanak-cucu mereka; melainkan dapat pula secara horisontal yaitu manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya.Berbagai pengalaman makhluk manusia dalam rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasiberikutnya oleh indiividu lain. Berbagai gagasannya dapat dikomunikasikannya kepada orang lain karena ia mampu mengembangkan gagasan-gagasannya itu dalam bentuk lambing-lambang vokal berupa bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kebudayaan mengenal ruang dan tempat tumbuh kembangnya,dengan mengalami perubahan, penambahan dan pengurangan. Manusia tidak berada pada dua tempat atau ruang sekaligus, ia hanya dapat pindah ke ruang lain pada masa lain. Pergerakanini telah berakibat pada persebaran kebudayaan, dari masake masa, dan dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai akibatnya di berbagai tempat dan waktu yang berlainan, dimungkinkan adanya unsur-unsur persamaan di samping perbedaan-perbedaan.Oleh karena itu di luar masanya, suatu kebudayaan dapatdipandang ketinggalan zaman (anakronistik), dan di luar tempatnya dipandang asing atau janggal.

C.  PENDIDIKAN  DALAM  LINGKUP  KEBUDAYAAN
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik.Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Dalam konteks  hidupnya demi membentuk ketahanan hasil buah budi tersebut manusia melanjutkan dalam suatu tatanan simbol yang memberi arah bagi kehidupan. Sistem simbol ini menjadi rujukan utama bagi masyarakat pendukung dalam berpikir maupun bertindak. Proses selanjutnya yang terjadi adalah hubungan transformatif dan penguatan sistem simbol agar dapat diteruskan kepada anggota berikutnya. Selain itu selama kehidupan berjalan unsur-unsur kebudayaan selalu berubah menyesuaikan perkembangan jaman. Dalam hal ini sistem simbol dengan sendirinya melakukan reaksi untuk mengintegrasikan perubahan atas unsur kebudayaan Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya.
Dari paparan terakhir dapat ditangkap bahwa pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki. Afinitas mengenai pendidikan dan kebudayaan dapat kita cermati dalam ciri khas manusia sebagai makhluk simbolik.Hanya manusialah yang mengenal dan memanfaatkan symbol-simbol di dalam kelanjutan kehidupannya.Simbol-simbol itu dapat kita lihat di dalam kebudayaan manusia. Mengingat kebudayaan dilestarikan dan dikembangkan melalui simbol-simbol maka semua tingkah laku manusia terdiri dari, dan tergantung pada simbol-simbol tersebut.Sebaliknya kebudayaan bisa lestari apabila memiliki daya kerja yang kuat dalam memberikan arahan para pendukungnya. Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya.

D.       PENDIDIKAN DAN  KEBUDAYAAN
1.         Kepribadian Dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia.Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian.Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidakbidak di dalam papan catur kebudayaan.Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya.Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan.
Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan.Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi sejenis penjara yang memasung kreativitas peserta didik.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi.Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia.

2.         Penerusan Kebudayaan
     Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator kebudayaannya.
Untuk membuktikan hal tersebut marilah kita lihat variable-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes dalam Koentjoroningrat (1991). Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu, (1) unsur-unsur yang ditransmisi, (2) proses transmisi, dan (3) cara transmisi. Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi?Pertama- tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Selain itu, berbagai sikap serta peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya berbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dalam penyesuaian fisik termasuk gizi dan tata-makanan untuk dapat bertahan hidup.

Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal.Yang diimitasi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya.Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi.
Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Seorang bayi, seorang pemuda, seorang dewasa, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengidentifikasi unsur-unsur budaya tersebut. Selanjutnya nilai-nilai atau unsur-unsur budaya tersebut haruslah disosialisasi artinya harus diwujudkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berartibahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya. Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara mentransimisikannya.
Dalam hal ini ada dua bentuk peran-serta dan bimbingan. Cara transmisi dengan peran-serta antara lain dengan melalui perbandingan. Demikian pula peran-serta dapat berwujud ikutserta di dalam kegiatan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat. Bentuk bimbingan tesebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler. Demikianlah proses transmisi kebudayaan sebagai proses pendidikan yang dikemukakan oleh Fortes. Proses tersebut terjadi di dalam suatu masyarakat sederhana yang relatif tertutup dari pengaruh dunia luar. Di dalam dunia terbuka dewasa ini dengan kemajuan teknologi komunikasi, proses transmisi kebudayaan yang sederhana tersebut tentunya telah berubah. Data dan informasi dengan mudah dapat diperoleh sehingga peranan lingkungan bukan lagi lingkungan sosial yang terbatas tetapi lingkungan yang mondial.
Dengan demikian proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan- tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
E.  PENDIDIKAN DAN PROSES PEMBUDAYAAN
            Nilai-nilai kebudayaan bukanlah hanya sekadar dipindahkan dari satu bejana ke bejana berikut yaitu kepada generasi mudanya, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan betapa pribadi merupakan agen yang kreatif dan bukan pasif. Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta banyak lagi terminology lainnya. Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.         Penemuan atau Invensi
Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalampertumbuhan dan kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan- penemuan yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akanmati. Biasanya pengertian kedua terminologi ini dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semestaini. Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam penemuan dunia baru akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal didalam bidang ilmu pengetahuan. Dengan invensi maka umat manusia dapat menemukan hal-halyang dapat mengubah kebudayaan.Dengan penemuan-penemuan melalui ilmu pengetahuan maka lahirlah kebudayaan industri yang telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutamadi negara-negara barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan berkembang begitucepat secara eksponensial sehingga apa yang ditemukan hari ini mungkin besok telah usang. Misalnya, revolusi komputer yang dapat berkembang setiap saat dan bagaimana peranan komputer di dalam kehidupan manusia modern. Kita hidup di abad digital yang serba cepat dan serba terukur. Semua hal ini merupakan suatu revolusi di dalam kehidupan dan kebudayaan manusia. Melalui invensi manusia menemukan berbagai jenis obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan dan umur manusia.Akan tetapi juga melalui kemajuan ilmu pengetahuan manusia menemukan alat-alat pemusnah massal yang dapat menghancurkankebudayaan global. Invensi teknologi terutama teknologi komunikasi mengubahsecara total kebudayaan dunia.
Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu pengetahuan akansemakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya akan bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian, penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu bangsa atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia yang akan muncul pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan dengan nilai – nilai moral yang telah terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang diciptakannya.

b.         Difusi
     Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.

c.          Akulturasi
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalam proses ini terjadi pembaruan budaya antarkelompok atau di dalam kelompok yang besar. Dewasa ini misalnya unsur-unsurbudaya Jawa telah masuk di dalam budaya sistem pemerintahan di daerah.Nama-nama petugas negara di daerah telah mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan Jawa seperti bupati, camat, lurah, dan unsur-unsur tersebut telah disosialisasi dan diterima oleh masyarakat luas.Begitu pula terjadi akulturasi unsur-unsur budaya antarsub etnis di Nusantara ini. Proses akulturasi tersebut lebih dipercepat dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai kurikulum yang uniform.


d.         Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antaretnis dengan sub budaya masing-masing. Kita lihat misalnya unsur etnis yang berada di Nusantara kita ini dengan sub budaya masing-masing. Selama perjalanan hidup negara kita telah terjadi asimilasi unsur-unsur budaya tersebut. Biasanya proses asimilasi dikaitkan dengan adanya sejenis pembauran antar-etnis masih sangat terbatas dan kadang-kadang dianggap tabu. Namun dewasa ini proses asimilasi itu banyak sulit dihilangkan. Apalagi hal-hal yang membatasi proses prejudis, perbedaan agama dan kepercayaan dapat menghalangi suatu proses asimilasi yang cepat.
Di dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai kebijakan yang mempercepat proses tersebut, ada yang terjadi secara alamiah ada pula yang tidak alamiah. Biasanya proses asimilasi kebudayaan yang terjadi di dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.

e.          Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup daripengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan.Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatumasyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu. Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang inovatif.  Dengan kata lain,pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang.  Dengan demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.

f.          Fokus
Konsep ini menyatakan adanya kecenderungan di dalam kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi dalam lembaga-lembaga serta menekankan pada aspek-aspek tertentu. Artinya berbagai kebudayaan memberikan penekanan kepada suatu aspek tertentu misalnya kepada aspek teknologi, aspek kesenian seperti dalam kebudayaan Bali, aspek perdagangan, dan sebagainya. Proses pembudayaan yang memberikan fokus kepada teknologi misalnya akan memberikan tempat kepada pengembangan teknologi kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang. Tidak jarang terjadi dengan adanya fokus terhadap teknologi maka nilainilai budaya yang lain tersingkirkan atau terabaikan. Hal ini tentu merupakan suatu bahaya yang dapat mengancam kelanjutan hidup suatu kebudayaan.
Dalam dunia pendidikan hal ini sudah terjadi seperti di Indonesia. Dunia barat yang telah lama memberikanfokus kepada kemampuan akal, menekankan kepada pembentukan intelektualisme di dalam sistem pendidikannya. Dengan demikian aspek-aspek kebudayaan yang lain seperti nilai – nilai moral, lembaga-lembaga budaya primer seperti keluarga, cenderung mulai diabaikan. Ikatan dalam lembaga keluarga mulai longgar, peraturan-peraturan seks mulai dilanggar dengan adanya kebebasan seks dan kebebasan pergaulan. Sistem pendidikannya dengan demikian telah terpisahkan atau teralienasi dari totalitas kebudayaan. Tentu saja kita dapat memberikan fokus tertentu kepadapengembangan ilmu pengetahuan asal saja dengan fokus tersebut tidak mengabaikan kepada terbentuknya manusia yang utuh seperti yang telah diuraikan di muka.
Kebudayaan yang hanyamemberikan fokus kepada teknologi akan menghasilkan menusia-manusia\ robot yang tidak seimbang, yang bukan tidak mungkin berbahaya bagi kelangsungan hidup kebudayaan tersebut. Dalam proses pembudayaan melalui fokus itu kita lihat betapa besar peranan pendidikan. Pendidikan dapat memainkan peranan penting di dalam terjadinya proses perubahan yang sangat mendasar tersebut tetapi juga yang dapat menghancurkan kebudayaan itu sendiri.

g.         Krisis
Krisis dapat menyebabkan dis-organisasi sosial misalnya dalam gerakan reformasi total kehidupan. Bangsa Indonesia dewasa ini di dalam memasuki era reformasi menghadapi suatu era yang kritis karena masyarakat mengalami krisis kebudayaan.  Apabila gerakan reformasi tidak diarahkan sebagai suatu gerakan moral maka gerakan tersebut akan kehilangan arah. Gerakan reformasi akan menyebabkan krisis sosial, krisis ekonomi dan berbagai jenis krisis lainnya. Oleh sebab itu, gerakan reformasi total dewasa ini perlu diarahkan dan dibimbing oleh nilai-nilai moral yang hidup di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam kaitan ini peranan pendidikan sangat menentukan karena pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai moral bangsa dalam jangka panjang akan memantapkan arah jalannya reformasi tersebut. Dalam jangka panjang pendidikan akan menentukan pencapaian tujuan dari reformasi itu sendiri.

h.         Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi masa depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa (Indonesia), akan sulit untuk menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau pilihan lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan yang lebih jelas dan terarah.





DAFTAR RUJUKAN

Saifullah,Ali. 1982. Pendidikan Pengajaran Dan Kebudayaan. Surabaya: Usaha Nasional.
http://anick-tugaskelompok2.blogspot.com/2011/12/komponen-dan-variabel-pembelajaran.html
M.S,Wuradji. 1988. Sosiologi Pendekatan Sebuah Pendekatan Sosio – Antropologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.




 KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
 
-->
PEMBUATAN KEPUTUSAN
DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

A.  Pengertian Pembuatan Keputusan
Pembuatan keputusan adalah proses menetapkan pilihan atas sejumlah pilihan yng ada. Dengan kata lain, pembuatan keputusan merupakan upaya yang sistematis untuk pemechan masalah. Masalah yaitu kesenjangan antara kenyataan dengan harapan. Hal – hal yang perlu dalam melakukan pengambilan keputusan, yaitu:
1.    Proses pembuatan keputusan dilakukan dengan kesengajaan.
2.    Pembuatan keputusan menggunakan pendekatan pendekatan sistematik, dalam arti tidak asal jadi.
3.    Pembuatan keputusan pada hakekatnya merupakan pecahan masalah dengan sebaik – baiknya.
4.    Pemecahan dalam pembuatan keputusan harus didasarkan fakta.
5.    Keputusan yang baik adalah hasil pemilihan berbagai alternatif.

B.  Langkah – Langkah Pembuatan Keputusan
1.      Mendefinisikan masalah yang diajukan dengan berbagai pertanyaan.
2.      Menentukan criteria pemecahan masalah.
3.      Mengidentifikasikan alternatif. Langkah ini merupakan usaha untuk mengidentifikasikan sebanyak-banyaknya, pemecahan masalah yang mungkin dapat dilaksanakan.
4.      Mengadakan penilaian terhadap alternatif.
5.      Memilih alternatif yang terbaik. Dalam memilih alternatif perlu dipertimbangkan kriteria yang telah ditetapkan.
6.      Implementasi alternatif  yang dipilih. Implementasi adalah melaksanakan keputusan yang ditetapkan (alternatif terbaik).

C.  Model Pembuatan Keputusan
Setiap model memiliki basis umum pengambilan keputusan. Model pengambilan keputusan dapat dibedakan atas model pengambilan keputusan rasional, model pengambilan keputusan klasik, model pengambilan keputusan perilaku, model Vroom & Yetton (decision tree), model pengambilan keputusan Chung & Meggision, dan model pengambilan keputusan pohon masalah.
D.  Metode Pembuatan Keputusan
1.        Keputusan yang kurang tanggapan.
2.        Keputusan dengan otoritas.
3.        Keputusan minoritas.
4.        Keputusan mayoritas.
5.        Keputusan konsensus. Keputusan consensus merupakan metode yang banyak menyita waktu karena memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk berkonsensus.
Keputusan bulat. Metode ini yang paling ideal, tetapi sulit direalisasikan. Keputusan ini terjadi apabila semua anggota kelompok telah menyetujui keputusan yang telah diambil.




PEMBUATAN KEPUTUSAN: Teknik Delphi dan Pertemuan Elektronik



-->
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Teknik pengambilan keputusan adalah suatu penerapan ilmu dan teknologi untuk mengambil suatu keputusan dari sebuah pilihan atau masalah yang dihadapi. Banyak perdebatan muncul saat menentukan efektivitas pengambilan keputusan secara individu atau kelompok. Secara kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan dibandingkan secara individu, tetapi mengikut-sertakan spesialis dan ahli menguntungkan karena interaksi di antara mereka akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Pada kenyataannya, banyak para peneliti menyatakan bahwa keputusan konsensus dengan lima atau lebih peserta lebih unggul dibanding secara individu, pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin kelompok.
Teknik pengambilan keputusan kelompok ini dilakukan agar segala kegiatan yang berlangsung menjadi lebih efektif. Bentuk yang paling lazim (tradisional) dalam pembuatan kelompok terjadi dalam interaksi tatapmuka. Oleh karena itu, teknik – teknik dalam metode delphi dan pertemuan elektronik telah dianggap sebagai cara yang baik untuk meminimalkan berbagai masalah yang timbul di dalam interaksi kelompok tradisional itu.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pengambilan keputusan secara kelompok?
2.      Apakah yang dimaksud dengan teknik pengambilan keputusan dengan metode delphi?
3.      Apa saja kelebihan dan kelemahan teknik pengambilan keputusan dengan metode delphi?
4.      Apakah yang dimaksud dengan teknik pengambilan keputusan dengan metode pertemuan elektronik?

C.  Tujuan Penulisan
1.        Menjelaskan pengertian pengambilan keputusan secara kelompok.
2.        Memaparkan teknik pengambilan keputusan dengan metode delphi.
3.        Memaparkan kelebihan dan kekurangan metode delphi.
4.        Menjelaskan teknik pengambilan keputusan dengan metode pertemuan elektronik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengambilan Keputusan Kelompok
Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya adalah :
1. G. R. Terry: Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
2. Claude S. Goerge, Jr: Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian, dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
3. Horold dan Cyril O’Donnell: Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
4. P. Siagian: Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.

Banyak pendapat – pendapat lain yang muncul tentang  efektivitas pengambilan keputusan secara individu atau kelompok. Secara kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan dibandingkan secara individu, tetapi mengikut-sertakan spesialis dan para ahli karena interaksi di antara mereka akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Tetapi, banyak para peneliti menyatakan bahwa keputusan konsensus dengan lima atau lebih peserta lebih unggul dibanding secara individu, pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin kelompok.
            Pada beberapa contoh,  pengambilan keputusan kelompok lebih disukai dibanding individu. Kebutuhan dan keuntungan pengambilan keputusan kelompok telah diketahui, tetapi sejumlah masalah dapat juga muncul. Dibutuhkan teknik khusus untuk meningkatkan keuntungan pengambilan keputusan kelompok sambil mengurangi masalah yang muncul.
Meningkatkan kemampuan kreativitas kelompok sangat penting jika masing-masing individu dari berbagai sektor di organisasi mesti mengumpulkan pertimbangan untuk menyusun tindakan yang sempurna bagi organisasinya. Jika bawahan dan rekan sejawat percaya bahwa manajer yang bertanggung jawab atas kelompok tidak punya prasangka atau ‘berada di sisi mereka’. Anggota kelompok akan bebas mengungkapkan perbandingannya dan merasa tidak perlu melindungi dirinya dari sikap non-sportif atau menyerang balik. Jika digunakan dengan tepat, beberapa teknik, diantaranya: proses delphi, dan teknik pertemuan elektronik akan sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan kreativitas kelompok, menciptakan gagasan, memahami masalah dan mendapatkan keputusan yang lebih baik.
B.  Teknik Pengambilan Keputusan Metode Delphi
1.    Pengertian Metode Delphi
Metode delphi adalah metode sistematis dalam mengumpulkan pendapat dari sekelompok pakar melalui serangkaian kuesioner, di mana ada mekanisme feedback melalui ‘putaran’/round pertanyaan yang diadakan sambil menjaga anonimitas tanggapan responden (para ahli) (Foley,1972). Metode delphi adalah teknik komunikasi terstruktur, awalnya dikembangkan sebagai metode peramalan interaktif yang bergantung pada sejumlah expert.(Harold A. Linstone, 1975). Selian pendapat dari para ahli di atas dapat dijelaskan bahwa metode delphi adalah alternatif yang lebih kompleks dan memakan waktu untuk dikerjakan. Metode delphi adalah modifikasi dari teknik brainwriting dan survei. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan metode ini adalah mengumpulkan dan membandingkan berbagai pertimbangan melalui serangkaian pertanyaan yang disertai dengan menyimpulkan informasi dan melakukan umpan balik berdasarkan pendapat orang sebelumnya. Metode ini menggunakan kuesioner sebagai media pembuatan keputusan. Dalam metode ini, panel digunakan dalam pergerakan komunikasi melalui beberapa kuisioner yang tertuang dalam tulisan. Teknik delphi dikembangkan pada awal tahun 1950 untuk memperoleh opini ahli. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh konsensus yang paling reliabel dari sebuah grup ahli. Teknik ini diterapkan di berbagai bidang, misalnya untuk teknologi peramalan, analisis kebijakan publik, inovasi pendidikan, program perencanaan dan lain – lain.
Metode delphi pada umumnya digunakan mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok mengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat. Karena keterbatasan informasi dan pengetahuan yang dimiliki organisasi, maka dalam proses pengambilan keputusan mereka berpegang pada kompetensi, keahlian, pengetahuan, dan kemampuan yang dimiliki para ahli.
2.    Langkah – Langkah Metode Delphi
Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik ini adalah (Dermawan, 2004):
a.       Para pembuat keputusan melalui proses delphi dengan identifikasi isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan.
  1. Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik delphi, para ahli, mulai dipilih.
  2. Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik didalam maupun luar organisasi, yang di anggap mengetahui dan menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi.
  3. Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim, menghasilkan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah, serta mengirimkan kembali kuesioner kepada pemimpin kelompok, para pembuat keputusan akhir.
  4. Sebuah tim khusus dibentuk merangkum seluruh respon yang muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada partisipasi teknik ini.
  5. Pada tahap ini, partisipan diminta untuk  menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala prioritas atau memperingkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan seluruh hasil rangkuman beserta masukan terakhir dalam periode waktu tertentu.
  6. Proses ini kembali diulang sampai para pembuat keputusan telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai kesepakatan untuk menentukan satu alternatif solusi atau tindakan terbaik.
            Teknik ini menjadi teknik yang efektif dalam kondisi ketidakpraktisan teknik diskusi tatap muka dilaksanakan, ketika ketidaksetujuan dan konflik menghalangi komunikasi, ketika muncul dominasi mayoritas atau yang kuat (secara kekuasaan, wewenang dan posisi) terhadap minoritas sehingga mayoritas akan mendominasi diskusi dan ketika pemikiran kelompok muncul dalam proses pengambilan keputusan secara kelompok.
            Agar teknik ini berlaku dengan efektif pihak manajemen harus dapat menentukan para partsipan yang dianggap dapat berlaku obyektif dalam menilai sesuatu dan memberi masukan. Selain itu, teknik ini memerlukan bantuan sistem informasi, teknologi yang baik agar proses pengiriman kuesioner dan penerimaan berlangsung dengan cepat.
Sedangkan menurut Mansoer (1989:72) Ciri khas langkah-langkah proses teknik Delphi adalah sebagai berikut:
a.       Masalah diidentifikasikan dan melalui seperangkat pertanyaan yang disusun cermat anggota kelompok diminta menyampaikan kesimpulan-kesimpulannya yang potensial.
  1. Kuesioner pertama diisi oleh anggota secara terpisah dan bebas tanpa mencantumkan nama.
  2. Hasil kuesioner pertama dihimpun, dicatat dan diperbanyak dipusat (sekretariat kelompok).
  3. Setiap anggota dikirimi tembusan hasil rekaman.
  4. Setelah meninjau hasil, para anggota ditanyai lagi tentang kesimpulan-kesimpulan mereka. Hasil yang baru biasanya menggugah para anggota untuk memberi kesimpulan baru, malah ada kalanya mereka mengubah sama sekali kesimpulan pertama mereka
  5. Langkah ke-4 dan ke-5 ini diulangi sesering ia diperlukan,sampai tercapai satu konsensus.
Teknik delphi membatasi hubungan antar anggota kelompok dan tidak perlu para anggota bertemu secara fisik. Teknik pengambilan keputusan kelompok model Delphi ini adalah teknik yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang relatif  lama untuk sampai kepada keputusan.
C.  Kelebihan Dan Kekurangan Teknik Pengambilan Keputusan Metode Delphi
1.      Kelebihan Metode Delphi
  • Hasil berdasarkan dari para ahli.
  • Anonimitas dan isolasi memungkinkan kebebasan yang maksimal dari aspek-aspek negatif dari interaksi sosial.
  • Opini yang diungkapkan para ahli luas, karena dari pendapat masing-masing ahli.
2.      Kekurangan Metode Delphi
  • Biaya yang besar untuk mengundang para ahli.
  • Hasil berdasarkan anggapan-anggapan (asumsi).
  • Tidak semua hasil berjalan sesuai prediksi.
  • Memakan waktu yang lama.

D.  Teknik Pengambilan Keputusan Metode Pertemuan Elektronik
            Pendekatan yang terbaru untuk pengambilan keputusan kelompok adalah mencampurkan teknik kelompok nominal dengan teknologi komputer canggih. Bentuk ini disebut dengan pertemuan elektronik (electronic meeting). Jika tehnologi sudah dipakai, konsepnya sederhana saja. Sampai dengan lima puluh orang duduk mengelilingi meja berbentuk U (tapal kuda) yang disana hanya ada seperangkat terminal komputer. Masalah dipresentasikan kepada para peseta pertemuan dan meraka mengetik tanggapan mereka ke layar komputer. Komentar individu, serta jumlah suara diperlihatkan di layar proyeksi di ruangan tersebut.
            Keuntungan utama dari pertemuan elektronik adalah penghilangan identitas individu, kejujuran, dan kecepatan. Peserta yang tidak diketahui identitasnya dapat mengetik pesan apapun yang mereka inginkan dan pesan menekan keyboard komputer mereka. Cara ini meyediakan kesempatan bagi para peserta untuk berkata benar-benar jujur tanpa ada penalti. Cara itu juga cepat, karena mengobrol dihilangkan, diskusi tidak melantur, dan banyak peserta dapat ”berbicara” sekaligus tanpa menyinggung perasaan peserta lainnya.









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, teknik pengambilan keputusan sangat diperlukan agar segala kegiatan yang berlangsung menjadi lebih efektif . Misalnya teknik pengambilan keputusan dengan metode delphi yang sangat memungkinkan didapatkan sejumlah pakar tanpa harus mengumpulkan mereka disatu tempat pada waktu yang sama. Intinya dari tehnik adalah pada penggunaan serangkaian kuesioner yang dikirimkan kepada responden untuk mendapatkan masukan. Selanjutnya, dari jawaban yang mereka kirimkan diolah lagi oleh pihak pembuat keputusan untuk merumuskan rangkuman – rangkuman yang kemudian akan digunakan sebagai bahan pembuatan putusan. Sedangkan teknik dengan metode pertemuan kelompok ialah mencampurkan teknik kelompok nominal dengan teknologi komputer canggih. Keuntungan utama dari pertemuan elektronik adalah penghilangan identitas individu, kejujuran, dan kecepatan. Peserta yang tidak diketahui identitasnya dapat mengetik pesan apapun yang mereka inginkan dan pesan menekan keyboard komputer mereka







DAFTAR RUJUKAN

Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Maharuddin. 2004. Perilaku Keorganisasia. Jakarta: Departemen  Pendidikan Nasional.
Dermawan, R. 2004. Pengambilan Keputusan: Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
http://raitosun.blogspot.com/2012/06/teknik-pengambilan-keputusan.html#!/2012/06/teknik-pengambilan-keputusan.html
Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti.
 



  

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 wuLanda Nd@. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.